Sore Terapi Kemanjaan Untuk Massa

Posted on Sep 10, 2025

Sore merupakan cognitive-based therapy untuk massa yang manja terhadap rasa pribadi dan penderitaan yang tak kunjung usai akibat keputusan pribadi untuk memperbaiki orang lain dan tidak melihat konsekuensi dari keputusan pribadi yang tak akan lekang dibunuh waktu.

Dalam film Sore, penonton dibiarkan menikmati keluguan dan kedukaan yang dialami oleh Sore, dibalut dengan estetik visual yang ciamik. Pemahaman yang brutal tentang kesia-siaan dari sebuah usaha walau diakhiri dengan simpul kesepahaman dan sedikit magical realism bahwa ada takdir dan koneksi antar universe.

Namun saya bukan menulis soal itu. Saya akan menulis dari perspektif pembunuhan karakter dan peremajaan duka.


Pembuka: Jonathan dan Sore

Film Sore diawali dengan setetes air jatuh di depan karakter laki-laki bernama Jonathan yang berada di Antartika, sedang saat itu mengambil foto aurora. Selepas dari Antartika, Jonathan pulang dan menunjukkan potret gambarnya ke koleganya yang sedang mabuk di bar, dan disambut dengan protes karena pemanasan global bukanlah sudut pandang yang menarik untuk diangkat dalam pameran fotografi. Selepas itu, Jonathan pulang ke rumah untuk beristirahat.

Saat terbangun, Jonathan dikejutkan oleh kehadiran perempuan asing memakai baju gaun biru sedang duduk di tepi ranjang berlawanan dari Jonathan.

“Halo, aku Sore, aku istri kamu dari masa depan.”

Dengan nada renyah diucapkan oleh perempuan tak dikenal itu. Sontak membuat Jonathan terkejut dan berpikir sedang dijahili oleh orang yang dia kenal. Sontak dia menerka bahwa itu adalah kejahilan yang dilakukan oleh koleganya. Koleganya juga terkejut karena itu bukanlah tindakan jahil dia.

Jonathan lantas pergi untuk lunch dan berjalan menyusuri kota, dan perempuan itu tetap mengikutinya. Dalam perjalanannya, Jonathan diingatkan terus-menerus tentang “berhati-hati nanti jatuh” and then proceed to fall, “hati-hati awas air”, and then proceed to get splashed. Isi sahutan Sore berisi tentang precautionary terhadap apa yang akan terjadi.

Saat pulang, Jonathan bertanya kok bisa tahu tentang semua yang akan terjadi.


Usaha yang Sia-sia

Sore berusaha terus mengubah Jonathan dengan menganalisa behaviouralnya, namun sayang nya tidak bersambut dengan perubahan Jonathan. Perubahannya hanya transient dan terbuang oleh waktu. Sore mencoba berbagai cara untuk mengubah Jonathan menjadi pribadi yang lebih baik namun tidak pernah berhasil untuk menjadi kenyataan.

Di pertengahan film, Sore berpikir untuk mengubah cara dia mengubah Jonathan. Jonathan mungkin perlu dipahami dari dalam untuk bisa berubah. Dan ternyata dia menemui Jonathan dan bahwasanya ini karena bapaknya yang tak hadir dalam kehidupan dia.

Singkat cerita, dia berusaha untuk mempertemukan Jonathan dengan bapaknya lagi. Namun cerita itu harus dengan penuh kesulitan bahwasanya waktu Sore sudah habis dan berubah menjadi malam.


Arsitektur Visual

Sore merupakan arsitektur visual yang kental. Setiap salah satu karakter berdialog, mereka akan memilih menunjukkan muka kiri atau kanan, menengok ke kiri atau kanan, duduk atau sambil berjalan.

  • Setiap berjalan, mereka sedang menjalani sesuatu aktivitas.
  • Setiap duduk, mereka sedang meyakinkan diri atau sedang membuat keputusan.
  • Setiap mereka berdiri, mereka sedang menegosiasikan sesuatu yang baru.
  • Saat posisi terlentang, mereka sedang mati, membiarkan cerita berjalan.

Cerita ini bukanlah soal 5 stages of grief. Well maybe, but not exactly. Itu cuma framework yang dipakai dalam cerita. Pemahaman Sore adalah penceritaan kehilangan dan kehilangan soal kehilangan.

Apakah pantas Sore bisa memproses kehilangan jika masih ada Jonathan di sisinya?

Apakah berlaku sebaliknya jika Jonathan itu juga bisa memproses kehilangan jika ayahnya yang hilang itu tak pernah ada?

Dalam film ini, secara intrinsik nilai kehilangan tidak dipertanyakan namun diuji dalam skala ekstrim yang hanya bisa terjadi dalam thought experiment. Apakah bisa mencerna kehilangan bisa terjadi jika objeknya ada? Dan apakah kita bisa kehilangan jika objeknya tak pernah ada?


Duka Tanpa Objek (Blanc Mourn)

Dead Mother, itulah judul buku dari André Green, buku psikoanalitik yang menceritakan tentang kematian ibu secara konsep yang dirasakan anak-anaknya dikarenakan tidak hadirnya secara emosional di dalam hidup anaknya. Dalam bukunya, banyak snippet wawancara memiliki tematik yang sama:

  • Tidak bisa mengingat masa kecil
  • Tidak bisa melihat sesuatu di depan mata
  • Semua hanya tersisa putih, tak berisi

Pasien-pasien itu sangatlah kreatif dan ikut dalam bidang kreatif bentuk visual, namun juga memiliki ketakutan yang unik terhadap bidang yang digelutinya.

Kembali ke film Sore. Jonathan merupakan fotografer lepas. Dia punya personal urge untuk mempresentasikan fotografinya yang bertemakan ekosistem Antartika, pemanasan global, dan hewan-hewan yang kehilangan. Le travail du négatif (work of negative) merupakan kosa kata yang tepat. Dia menggambarkan whitespace di antara semuanya dan memvisualisasikan kehilangan yang ia rasakan ketika kehilangan ayahnya dalam bentuk fotografi.

Semua kesedihan dia terendam dalam putih: asap rokok yang mengepul, alkohol yang berbotol-botol. Itu adalah wujud mental Jonathan ketika ditinggal tanpa jejak, tenggelam dalam duka putih.


Dari Putih Menjadi Warna

Lalu apa obatnya? Jonathan tak disembuhkan Sore yang mewarnai harinya: memasakan Jonathan makanan, mengajaknya jalan-jalan, mengajaknya olahraga. Buat Jonathan, itu hanyalah transient dan kembali dihapuskan oleh sedih putih (lagi). Di mana usaha Sore untuk mengajak Jonathan kembali hidup sehat hanya bertemu titik buntu, Jonathan kembali merokok dan minum.

Mewarnai duka putih dengan warna-warna kehidupan bukanlah jawaban yang tepat.

Lalu apa yang tepat? Semua berubah ketika Sore mengajaknya bertemu lagi dengan bapaknya lagi. Jonathan melihat opportunity cost yang hilang akibat kehilangan bapaknya. Duka ia beralih dari kertas kosong menjadi what it could have been. Dari situlah semua berubah. Semua tak lagi putih.

Jonathan kembali ke Indonesia dan kembali membangun hubungan dengan ibunya, dan mewarnai hidupnya sendiri dengan kembali ke keluarganya dan mencoba dengan caranya sendiri mengeksibisikan fotografinya di Indonesia—bukan dalam bentuk foto namun dalam bentuk fabric print yang digantung dalam ruangan.

Hal itu adalah hal yang unik karena itu menggambarkan kehilangan bukanlah kehilangan, namun adalah bentuk transparan dari layer after layer, layaknya kehidupan yang tak cuma satu frame dalam satu layer. Kehilangan tak lagi membelenggu namun sebaagai pengingat apa yang masih ada.


Griefing Without Losing (peremajaan duka)

Sore Disisi lain adalah perempuan yang baru saja kehilangan suaminya, dan mengingkan kembali bertemu dengan Jonathan.